Lewati ke isi

Tatanan Penggembalaan dan Siasat Gereja HKBP (2022)

Nama lain: RPP HKBP

Peringatan

Halaman ini masih perlu dirapikan, namun dimasukkan di sini untuk memudahkan akses terlebih dahulu.

I. Pengertian tentang Tatanan Penggembalaan dan Siasat Gereja

Pendahuluan

Terpujilah Allah yang senantiasa menggembalakan umat-Nya sejak dari zaman pemilihan dahulu hingga pada saat ini. Dia yang memilih dan mengutus anak-Nya Yesus Kristus, Gembala yang baik.1

Ia datang ke dunia sebagai Gembala, Ia mengenal masing-masing suara dari domba-domba gembalaan-Nya. Dia adalah Gembala yang baik yang memberikan nyawa-Nya untuk domba-domba-Nya. Dia menjaga kita dari berbagai-ragam kuasa yang menyerupai binatang buas yang hendak menerkam dan memisahkan kita dari Gembala yang baik itu.

Dia menjaga dan melindungi umat-Nya yang beragam di segala penjuru, sebagaimana juga kita yang berada di Indonesia, dalam perjalanan menghadapi tantangan zaman yang semakin maju. Dia-lah satu-satunya Gembala yang baik yang mampu mendamaikan, membebaskan dan mempersatukan kita.

Dia mengangkat sejumlah orang menjadi hamba-Nya, sebagai gembala di tengah umat-Nya, namun di antara hamba-Nya ada yang tidak dapat dipercaya.

Akan tetapi Tuhan Yesus membawa kehidupan yang penuh berkat bagi domba-domba-Nya, menolak gembala-gembala yang tidak setia dan yang membawa ajaran sesat.

Dia-lah yang empuNya kita, tubuh dan roh kita, serta segenap harta dan persekutuan kita di dalam perubahan zaman yang semakin maju ini. Dia tidak akan membiarkan kita binasa, apabila kita tetap setia mendengar, mengenal sekaligus mengikuti firman dan segala jalan-Nya.

Sebab itu kita memperoleh kekuatan dalam menunjukkan kesaksian yang hidup untuk melawan segala kuasa si jahat yang ada di tengah persekutuan kita di dunia ini dan dalam menghadapi kuasa kegelapan.

Ucapan Yesus tidak berubah hingga pada saat ini, di masa kita sekarang, yang mengatakan: Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya, dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku.2

Karena itu, Tuhan menggembalakan dan menegur kita apabila kita menyimpang dari firman dan jalan-Nya. Dia memberikan hukum-Nya yang membawa kita kepada kehidupan yang penuh berkat agar kita hidup dalam kasih terhadap sesama manusia.

Karena itu orang percaya harus hidup dalam kekudusan, karena Tuhan Allah yang memanggil manusia ke dalam kerajaan-Nya.3 Sebab itulah orang percaya harus menjauhkan dirinya dan pergaulannya dari dosa dan pekerjaan iblis.4

Hendaknyalah kita dengan rendah hati menerima penggembalaan dan siasat gereja, karena kita mengakui bahwa Tuhan Allah sendirilah yang memampukan kita melalui Firman dan Taurat-Nya, supaya kita layak berdiri sebagai orang yang dikasihi-Nya dan yang dikuduskan oleh darah Kristus dan menebus kita menjadi manusia baru,5 serta mendewasakan iman kepercayaan kita sehingga tidak bercacat sampai kepada kedatangan-Nya yang kedua kali.6

Maka oleh karena itu harus dipahami bahwa pelayanan penggembalaan dan hukum siasat yang dibuat oleh gereja adalah sebagai alat atau sarana bagi Allah untuk membangun gereja-Nya di dunia ini.7

1. Pengertian Tatanan Penggembalaan dan Siasat Gereja

Tatanan penggembalaan dan siasat gereja adalah kumpulan sejumlah perangkat aturan yang harus dilaksanakan untuk menggembalakan dan menegur hal-hal yang bertentangan dengan kekudusan gereja. Gereja harus kudus di tengah dunia ini sebab itu gereja harus menentang segala perilaku dosa anggota jemaat agar tidak menjadi batu sandungan bagi jemaat. Sebab melalui Tatanan Penggembalaan dan Siasat Gereja, orang berdosa dituntun supaya bertobat dan memperoleh kehidupan.8

Adapun tujuan dari Tatanan Penggembalaan dan Siasat Gereja adalah untuk membimbing dan membangun kehidupan jemaat. Karena itu, setiap pelayan yang menjalankan Tatanan Penggembalaan dan Siasat Gereja ini harus berdasarkan kasih, jangan bertindak seperti seorang hakim, melainkan sebagai gembala yang menjaga roh dan segenap hidup domba-domba gembalaannya.9

Sehubungan dengan itu, ada tiga hal yang harus diingat dalam melaksanakan Tatanan penggembalaan dan siasat gereja yaitu:

  1. Membimbing anggota jemaat agar tetap setia pada kasih Yesus Kristus.

  2. Menjaga kemurnian jemaat agar dosa tidak menyebar di tengah kehidupannya. Karena melalui penggembalaan dan teguran tersebut pelaku diharapkan dapat merasakan murka Tuhan yang tidak membiarkan orang yang berbuat jahat tinggal dalam kejahatannya.

  3. Melalui khotbah, nasihat, doa dan penggembalaan itu, anggota jemaat yang hendak melakukan dosa dingatkan untuk menjauhi dosa sekaligus menjaga dirinya.

Karena itu segala teguran siasat gereja akan sia-sia bila penerapannya tidak didorong oleh kasih. Sebab bukan untuk membenci maka mereka ditegur melainkan untuk membantu dan memberi pelajaran. Agar melalui teguran tersebut hidup rohani dan persekutannya dipulihkan kembali.

2. Pelayan yang menjalankan Tatanan Penggembalaan dan Siasat.

Gereja melalui majelis jemaat yang dipimpin oleh Pendeta atau yang mewakili yang menjalankan tugas penggembalaan dan menegur jemaat yang menyimpang. Dalam hal ini kita pahami bahwa bukan hanya para majelis jemaat yang menegur, tetapi seluruh jemaat. Sebab itu alangkah baiknya bila seluruh mereka menjaga agar tidak ada pelanggaran di gereja. Maka seharusnyalah seluruh jemaat memperingatkan agar anggota jemaat yang hendak berdosa tidak sampai jatuh.

Oleh karena tidak semua anggota jemaat bisa berkumpul, karena itu cukuplah mereka yang telah diutus oleh jemaat, yakni majelis jemaat. Melalui rapat merekalah diamati apabila ada yang perlu diselidiki dan mendapat teguran dari antara anggota jemaat yang melakukan pelanggaran. Apa yang telah diputuskan oleh rapat tersebut, itulah yang mengikat. Apabila rapat sudah memutuskan pertimbangan tentang teguran atas seorang anggota jemaat yang melakukan pelanggaran, rapat harus memikirkan cara untuk menasihati dan mendoakannya. Sebab teguran atas seseorang bertujuan agar ia terbebas dari pelanggarannya atau dari dosanya dan dia hidup kembali. Mereka yang bersalah harus maklum bahwa jemaatlah secara keseluruhan yang menindak dia karena perbuatannya, bukan karena kesewenang-wenangan majelis.

Tidak bisa dipungkiri bahwa ia akan patuh, takut dan malu, bila ia merasakan bahwa segenap jemaatlah yang menegur dia. Demikian juga pelayan yang menjalankan tugas siasat tidak boleh sombong, akan tetapi hendaklah dengan doa rapat itu menjalankan teguran atas anggota yang melakukan pelanggaran, sebab kita sama-sama manusia yang dikelilingi oleh dosa. Hanya oleh kasih Tuhan Allah sendirilah yang menyertai kita sehingga kita tidak jatuh ke dalam dosa.

3. Warga [anggota] yang dikenakan Tatanan penggembalaan dan Siasat gereja.

Gereja menegur para pelanggar, baik pelayan tahbisan maupun anggota jemaat, dalam segala perbuatan yang bertentangan dengan Firman Allah, yang melakukan dosa secara terang-terangan maupun yang tersembunyi. Dosa yang dilakukan secara terang-terangan sebagaimana disebutkan dalam bagian III, IV, V, VI dari Buku ini.

Akan tetapi dosa yang tersembunyi sulit untuk diketahui. Dalam jenis inilah digolongkan segala kesalahan yang memakan seperti rayap atau seperti karat besi yang telah menempel susah dilepas, sehingga orang nampak melindungi. Dosa yang tersembunyi itu akibatnya sangat buruk, pelakunya begitu gigih mempertahankan dan menghendakinya dan merasa berhutang ketika tidak melakukan kesalahan tersebut. Kadang orang-orang seperti ini bertopengkan budaya atau ekonomi dalam melakukannya, sebab selalu ada kekuatan yang menarik hatinya, sehingga iman kepercayaanya makin jatuh dan hilang demikian juga kehidupan rohaninya dan hidup berjemaat. Tuhan-lah yang menghakimi mereka yang melakukan dosa yang tersembunyi.

4. Hal-hal yang harus diingat dalam menjalankan Tatanan Penggembalaan dan siasat gereja.

  1. Para pelayan yang menjalankan Tatanan pengembalaan dan siasat gereja, hendaknyalah orang yang menyediakan waktu dan pikirannya sebagaimana seorang gembala yang bekerja membangun dan mengurus jiwa dan kerohanian anggota jemaat yang sesat, dan sekali-kali jangan bertindak seperti hakim.

  2. Prosedur pelaksanaan Tatanan penggembalaan dan siasat gereja dinyatakan keliru apabila dilakukan tergesa-gesa tanpa terlebih dahulu mengunjungi dan menyelidiki kesalahan yang terjadi (kurang keterangan yang jelas/bukti). Keputusan sebaiknya jangan diambil hanya melalui satu kali rapat, namun sedapat mungkin dalam dua atau tiga kali rapat. Jika sulit untuk dipercakapkan, jangan mendadak, karena ihwal menghukum adalah pekerjaan yang amat berat. Karena itu sebelum mengambil keputusan atas sebuah pelanggaran, hendaklah terlebih dahulu didapat keterangan atas tindakan pelanggaran yang terjadi dan motif mengapa dia melanggar hukum Tuhan. Sebaiknya keterangan tersebut pertama-tama diperoleh dari yang melanggar itu sendiri, bukan dari orang yang lain.

  3. Sanksi siasat gereja harus diputuskan dengan adil. Tidak boleh diskriminatif atau pilih kasih dalam melaksanakannya.

  4. Tidak diperbolehkan menggunakan Tatanan Penggembalaan dan Siasat gereja sebagai pelampiasan untuk melakukan pembalasan atau mengucilkan seseorang terlebih bila ada perselisihan dan permasalahan di jemaat itu.

  5. Para pelayan yang menjalankan Tatanan penggembalaan dan siasat gereja harus berdasarkan kasih.

5. Tata laksana siasat gereja

Pelaksanaan siasat terhadap seseorang yang melanggar Firman Tuhan, harus dilakukan dengan hati-hati, agar roh penggembalaan tetap mengemuka [bergema] demikian juga dengan aspek penuntunan bukan untuk menumbuhkan rasa dengki namun sebaliknya agar orang yang bersalah itu menyadari kesalahannya dan bertobat dan memuliakan nama Tuhan.

Meskipun semua dosa adalah sama, tidak ada dosa yang kecil atau yang besar, tetapi mengingat roh penggembalaan dan penuntunan yang ada dalam Tatanan Penggembalan dan Siasat maka perlu ada tingkat-tingkat atau pembedaan sanksi.

Sebagian dosa pelanggaran sanksinya cukup dengan menasihati yang bersangkutan di hadapan para Majelis, sebagian berupa sanksi bersyarat [hukuman bersyarat]. Dan yang paling berat - yaitu yang tidak dapat dihindarkan lagi-apabila yang bersangkutan harus dikeluarkan/dikucilkan dari persekutuan jemaat. Dengan demikian gereja menekankan tujuan atau fungsi penggembalaan, pengajaran dan penuntunan dari siasat gereja dalam jemaat.

6. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh gereja terhadap mereka yang dikenai siasat.

Gereja harus tetap melakukan pelayanan penggembalaan kepada anggota yang kena siasat gereja, karena Tuhan tidak menghendaki kematian orang berdosa.10 Jemaat tidak boleh memandang mereka sebagai orang hina yang tidak berguna, maupun sebagai musuh. Pendeta, Guru, Penatua, Evangelis, Bibelvrow, Diakones, dan semua anggota jemaat tetap mendoakannya, karena harus diingat tujuan siasat gereja itu adalah untuk membimbing ia kembali ke jalan yang benar. Sebab itu dia harus dikunjungi, dinasihati walaupun dia berkeras hati. Dia harus merasakan kasih sayang gembala itu terhadap dirinya, sehingga hatinya lunak. Hendaknya orang yang berbuat jahat itu kembali karena ditaklukkan oleh kasih. Seberat apapun hukuman yang dikenakan kepada orang yang melanggar, dia tetap diperbolehkan beribadah di gereja, dan malah perlu diarahkan agar ia tidak meninggalkan peribadatan. Adalah mustahil dia akan kembali, kalau dia tidak mendengar Firman Allah.

Kendati, status yang bersangkutan dipahami berada di luar jemaat.11 Gereja perlu membimbing yang bersangkutan agar dia mengenal kekurangannya bahwa ia tidak dipercaya, perkataannya belum dapat diterima di tengah persekutuan gereja. Selama masih ada anggota jemaat yang berada dalam siasat gereja hal itu merupakan hutang bagi seluruh jemaat. Mereka tidak boleh berhenti mencari jalan untuk membimbing yang sesat agar kembali kepada kebenaran.

Tentang orang yang kena Tatanan Penggembalaan dan Siasat gereja:

  1. Majelis harus terlebih dahulu memberitahukan.

  2. Bila yang melanggar itu adalah anggota Majelis, hal itu harus diketahui oleh Praeses.

Seluruh sanksi dari Tatanan Penggembalaan dan Siasat gereja yang dijalankan oleh gereja kepada salah seorang anggota harus dituliskan dalam buku notulen rapat majelis dan dalam buku daftar anggota jemaat yang kena Tatanan penggembalaan dan siasat gereja.

7. Penerimaan kembali atas orang yang kena siasat gereja.

Gereja tetap terbuka untuk menerima kedatangan orang yang bersalah, sebab melalui hal itu hutang gereja kepada Tuhan Gembala Agung itu menjadi berkurang, adalah buah dari doa dan pergumulan jemaat yang nyata bekerja apabila ada keinginan dari orang yang bersalah itu untuk kembali.

Orang yang bersalah yang berkeinginan untuk kembali ke jemaat itu menemui majelis jemaat untuk memberitahukan niatnya hendak kembali. Majelis membantu dia menuliskan permohonannya itu, supaya dapat dibawa kepada rapat majelis yang dipimpin oleh pendeta atau wakilnya. Apabila permohonannya telah dikabulkan oleh rapat majelis, majelis memberitahukan kepada yang bersangkutan supaya mempersiapkan diri mendengar pewartaan dalam kebaktian tentang penerimaan dia kembali.

Guru Jemaat dan Pendeta mempersiapkan liturgi penerimaan kembali di tengah-tengah jemaat, di hadapan Tuhan Yesus Gembala yang Agung itu. Sebab persekutuan yang dipenuhi oleh kasih dan anugerah Allah telah berlangsung, dan yang patut disyukuri sebagai sebuah hari yang besar, hari pendamaian bagi segenap jemaatnya.

Gereja dapat melayani sepenuhnya orang yang terkena siasat sebagaimana gereja melayani jemaat penuh lainnya, apabila orang yang dikenakan siasat gereja telah melewati proses penggembalaan dan telah dinyatakan diterima kembali menurut liturgi yang ada. Apabila ada situasi yang tidak diduga [mendadak] seperti halnya sakit keras, maka Majelis dapat mempertimbangkan agar pelayanan gereja dapat dilakukan kepada mereka.

Terkait dengan pemulihan orang yang sakit kritis:

Gereja dapat menerima kembali orang yang dikenakan sanksi siasat gereja yang sedang dalam kondisi kritis, jika yang bersangkutan telah menujukkan kesungguhan hati dan ingin kembali, pendeta harus terlebih dahulu memastikannya. Kepadanya dapat diberi pelayanan Perjamuan Kudus, demikian juga kalau yang bersangkutan meninggal dunia, dia dapat dilayani oleh gereja berdasarkan pengamatan pendeta.

Khusus tentang anggota Majelis:

Jika seorang pelayan tahbisan dikenakan siasat gereja dan kemudian bertobat dan gereja menerima kesungguhan hatinya, maka yang bersangkutan dapat kembali melakukan tugas tahbisannya apabila tidak menjadi batu sandungan bagi warga jemaat.

II. Tata Cara Pelaksanaan Tatanan Penggembalaan dan Siasat Gereja

1. Bentuk Penggembalaan dan Pemberian sanksi

Tuhan Yesus secara jelas mengajarkan kepada para murid-Nya tentang penggembalaan, Ia mengatakan dalam Yohanes 21:17 kepada Petrus: "Gembalakanlah domba-dombaku". Dalam Matius 18:15-17 dikatakan "Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali. Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau orang kafir"

Sebab itu sebelum seseorang jatuh ke dalam dosa, sepatutnyalah penggembalaan sudah dijalankan, supaya tidak ada orang yang dikucilkan dari gereja.

Karena akibat dari masing-masing kesalahan atau dosa tidak sama, maka dalam pertimbangannya Majelis harus hati-hati agar tidak terjadi kekeliruan, di mana sanksi yang berat diberikan kepada anggota yang kecil kesalahannya sementara sanksi yang ringan kepada anggota yang kesalahannya lebih besar.

Dosa itu beraneka ragam. Ada dosa yang tidak disengaja, dosa karena terpaksa, dosa karena terpengaruh, dosa karena terjebak, dan ada dosa yang direncanakan atau disengaja.

Akibat dari dosa atau pelanggaran itu, mempengaruhi sampai kepada kejiwaan, hubungan dan kekerabatan di tengah masyarakat, maupun kepada generasi selanjutnya dan kepada semua manusia. Tuhan Yesus memberi kuasa kepada para murid-Nya untuk mengampuni atau menetapkan dosa seseorang sesuai dengan kesalahan yang diperbuat.12 Namun mereka yang berbuat dosa tetapi bertobat, dapat diterima kembali dengan menyatakan hal itu kepada jemaat.

Begitu besar kasih Tuhan Yesus menerima orang yang telah mengakui dan menyesali dosa-dosanya dan sebaliknya demikian besar juga hukum dan murka Tuhan Allah kepada setiap orang yang keras hatinya dan penipu. Jika gereja sungguh-sungguh menegur para anggota yang melanggar maka persekutuan umat makin bersih, perangainya menjadi lebih baik dan dapat menjadi contoh bagi orang lain yang imannya belum kuat. Gereja itu akan semakin kudus dilihat oleh pemeluk agama lain bila perilaku orang yang bersalah itu dijauhkan. Tetapi jika dibiarkan maka gereja menjadi nazis di hati orang pelebegu dan pemeluk agama lain.

Karena itu, sanksi gerejawi menjadi penting, sebab itu merupakan bahan untuk mendidik dan menjaga sesama, dan juga menyentak (menyadarkan) seseorang akan kesalahannya dan menuntun mereka kembali kepada Tuhan.

Anggota Jemaat harus diarahkan untuk mengenali kekurangannya, pun dosanya yang tersembunyi, ataupun dosa yang sudah 'melekat' (yang tidak dapat lepas). Firman Tuhanlah yang berkuasa menegur serta menuntun seseorang sehingga dikuatkan dalam meninggalkan dosanya, tanpa harus diperhadapkan dengan sanksi Tatanan Penggembalaan dan Siasat Gereja. Kita bisa saja terluput dari aturan yang dibuat oleh manusia, namun dihadapan Allah tidak ada yang tersembunyi.

Oleh sebab itu, hendaknya setiap orang patuh dan setia mengikuti Tuhan, agar tidak menimbulkan bahaya bagi jiwa kita, dalam hidup kita, dalam keluarga maupun dalam pergaulan di tengah masyarakat, sebab kita tahu bahwa Tuhan tidak akan teperdaya.

2. Tahapan-tahapan yang penting untuk diperhatikan dalam menjalankan Tatanan Penggembalaan dan Siasat Gereja

Mengenai tingkatan pelanggaran:

Ada yang diberi peringatan, ada skorsing, dan ada yang dipecat. Berdasarkan Alkitab, ada 5 (lima) tahapan yang harus diingat dalam menjalankan Tatanan Penggembalaan dan Siasat Gereja.

a. Bimbingan/ penjelasan kepada jemaat

Adalah perlu untuk memberikan penjelasan mengenai makna dan tujuan Tatanan Penggembalaan dan Siasat Gereja. Supaya ketika sebuah sanksi diberikan, anggota jemaat yang tidak memaknainya sebagai sebuah paksaan dan hukuman semata, melainkan seluruh jemaat menyadari tanggungjawabnya untuk menghargai dan menjalankan Tatanan Penggembalaan dan Siasat Gereja. Setiap anggota jemaat harus memahami bahwa Tatanan Penggembalaan dan Siasat Gereja sebagai alat gereja dalam rangka memelihara, menggembalakan, dan memurnikan gereja serta menuntun setiap orang ke jalan hidup yang Kristiani berlandaskan firman Tuhan.13

Alangkah baik bila seluruh anggota jemaat mamahami dan mengerti Tatanan Penggembalaan dan Siasat Gereja melalui pemberitahuan/penjelasan, sebab dengan demikian diharapkan setiap anggota jemaat dapat menerima sanksi yang dikenakan atas pelanggaran yang mereka lakukan sehingga membuahkan pertobatan.

Kiranya seluruh anggota jemaat mengerti dan memahami arti dan maksud dari Hukum (Titah) Tuhan, terlebih pengajaran bagi orang-orang yang akan menyaksikan imannya. Karena adalah tidak baik apabila seorang anggota jemaat dijatuhi sangsi padahal sesungguhnya ia sama sekali tidak mengetahui bahwa apa yang diperbuatnya merupakan perbuatan yang salah.

Karena itu, sebaiknya:
  1. Anggota jemaat haruslah dituntun kepada ketulusan dalam melakukan pekerjaan14 dan tidak melakukan sesuatu hal yang bertentangan dengan firman Tuhan.

  2. Anggota jemaat haruslah dituntun agar setiap tindakannya menjadi kemuliaan dan pujian bagi Tuhan, melalui pemberiannya, persembahannya, iuran kepada gereja serta hubungannya dengan masyarakat sekitar. Hal-hal seperti itu membuat hidup ke-Kristen-an menjadi harum sehingga menjadi ajakan bagi setiap orang untuk memuji Tuhan.15

  3. Seluruh penatua jemaat (majelis) juga harus dituntun untuk memahami Aturan Gerejawi, Konfesi dan Tatanan Penggembalaan dan Siasat Gereja agar tidak ada yang salah dalam pelaksanaannya.

a. Yang penting untuk dijaga:

Perlu diwaspadai segala pemikiran-pemikiran dan maksud yang dapat menjauhkan kita dari Allah dan firmanNya, hal-hal yang hendak memisahkan kita dari gereja dan niat yang hendak merusak kesatuan jemaat, dan yang menentang hasil keputusan rapat Majelis.

Apabila ada tindakan di tengah-tengah masyarakat umum yang bertentangan dengan Titah (Hukum Tuhan) dan iman kepercayaan gereja, ataupun kuasa yang mencoba menyusup ke dalam gereja, seperti kemajuan yang ada pada saat ini dalam bentuk kekafiran modern, membawa sesajen, mengadakan hubungan percakapan dengan roh-roh orang mati, upacara pesta adat dengan pemahaman sebagai sarana untuk memperoleh berkah yang tidak seturut dengan nilai-nilai kepercayaan, memohon kekayaan dan kemuliaan diri yang tidak berlandaskan firman Allah, begitu juga dengan orang yang membuat Almanak seperti kalender atau penanggalan agama lama, pengguguran kandungan dengan sengaja, kumpul kebo, korupsi, pindah tanpa membawa surat keterangan keanggotaan jemaat serta melakukan tari-tarian pemujaan roh dan bentuk kegiatan lain yang sejenis.16

Perlu dihimbau agar para orang tua yang menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah yang diasuh oleh pemeluk agama lain untuk tetap memperhatikan mereka agar iman kepercayaan mereka tidak menyimpang.

b. Hal-hal yang penting untuk selalu diingatkan:

Dalam Matius 18:15-17, Tuhan Yesus dengan jelas mengatakan kepada para murid-Nya, agar tetap memperingatkan dan mengajari orang-orang yang melakukan kesalahan dengan melakukan kunjungan sekali atau bahkan dua kali, dengan harapan orang tersebut tidak lagi mengulang perbuatannya yang salah. Oleh karena itu, adalah tidak benar menjalankan sanksi kepada seseorang sebelum dikunjungi terlebih dahulu. Segera setelah mendengar berita sebelum seseorang melakukan pelanggaran, hendaklah orang tersebut dikunjungi dan dinasihati. Banyak orang yang masih mau mendengar nasihat dan akhirnya mengurungkan niatnya untuk melakukan pelanggaran (dosa). Ketika seseorang langsung dijatuhi sanksi sebelum ada usaha untuk memperingatkan dalam hal ini gereja telah melakukan kesalahan, dan sesungguhnya Tuhan tidak berkenan akan hal itu. Bilamana seorang jemaat tidak menghiraukan nasihat yang diberikan, baiklah ia dibawa menghadap pendeta untuk diperingati. Jika sekiranya tetap saja tidak dihiraukan, hendaklah pendeta tersebut bersama dua orang temannya yang lain memperingatinya. Dan bilamana yang bersangkutan tetap bersikeras terhadap segala nasihat yang disampaikan kepadanya, hendaklah ia dihadirkan dalam Rapat Majelis, disanalah diberitahukan sanksi siasat gereja yang harus ia terima. Jika seandainya yang bersangkutan segera membuka hati mengakui kesalahannya dan akan meninggalkannya, nasihat yang diberikan kepadanya menjadi akhir dari pergumulan ini.

b. Pemberian Sanksi (Masa Ujian, Percobaan, Skors)

Hal-hal yang perlu dilakukan sebelum menjatuhkan sanksi:

  1. Orang yang bersangkutan harus terlebih dahulu diperingatkan 2 (dua) hingga 3 (tiga) kali, untuk menjelaskan pelanggaran (kesalahannya).

  2. Baiklah orang yang bersangkutan dibawa (dihadirkan) dalam Rapat Majelis yang dipimpin oleh Pendeta Ressort ataupun yang mewakili.

  3. Gereja memberikan surat resmi kepada orang yang bersangkutan.

  4. Diwartakan di gereja (dihadapan jemaat). Sanksi yang dikenakan kepada yang bersangkutan hendaknya dipertimbangkan secara cermat dalam Rapat Majelis, agar sanksi tersebut tidak terlalu berat sehingga membuat ia putus asa, atau terlalu ringan sehingga anggap remeh. Oleh sebab itu, pertimbangan yang dilakukan harus dengan kehati-hatian. Jika masalah itu belum dapat diselesaikan, maka selanjutnya dibawa dalam rapat Ressort.

c. Pengucilan terhadap pelanggar dari keanggotaan jemaat

Sanksi bagi mereka yang tidak mau meninggalkan pelanggarannya maupun dosanya itulah yang dikucilkan dari gereja dalam kurun waktu tertentu. Artinya: ia tidak berhak lagi ambil bagian atas harta kepunyaan Allah, tidak diperbolehkan ikut dalam Perjamuan Kudus. Jika sepasang suami-istri sejalan dalam pelanggaran tersebut, mereka tidak dianggap lagi sebagai teman seiman, anak mereka tidak berhak menerima baptisan kudus, tidak berhak memperoleh surat-surat keterangan gereja. Tidak dapat dipercaya. Tidak memiliki hak suara dalam persekutuan orang Kristen, dan darinya tidak dipungut iuran jemaat. Pendeta menyampaikan kepadanya bahwa dosanya tidak dapat diampuni. Pengucilan harus diwartakan dalam gereja [majelis maupun anggota jemaat], sebagai peringatan agar perilaku serupa tidak terulang. Tidak ada denda bagi orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana berlaku dalam hukum kerajaan, agar tidak menimbulkan pemahaman di antara jemaat bahwa uang dapat menghapus dosa. Lonceng gereja tidak perlu dibunyikan sebagai tanda pengucilan seperti layaknya kepada orang meninggal. Karena ia telah menyangkal iman Kristennya dalam perkataan dan perbuatan, dan tidak menghiraukan peringatan, yang bersangkutan dianggap sebagai penyembah berhala, dan mereka dikucilkan dari gereja.

3. Pelayan yang menjalankan Tatanan penggembalaan dan siasat.

  1. Kalau yang bersalah itu adalah anggota jemaat, maka rapat Majelis jemaat yang memutuskan sanksi Tatanan penggembalaan dan siasat gereja setelah disetujui oleh Pendeta Resort.

  2. Jika yang melakukan kesalahan ialah majelis jemaat [partohonan], maka yang memutuskan sanksi Tatanan penggembalaan dan siasat gereja ialah Rapat Majelis Jemaat.

    1. Terhadap Penatua, teman sesama penatua-lah yang memutuskan dipimpin oleh Pendeta.

    2. Terhadap Diakones, teman sesama diakones-lah satu distriklah yang memutuskan dipimpin oleh Praeses. Jika dalam 1 distrik hanya 1-2 orang Diakones, maka yang mempertimbangan pengambilan keputusan adalah Praeses distrik tersebut.

    3. Terhadap Guru Jemaat, teman sesama Guru Jemaat dalam satu Distrik-lah yang memutuskan dipimpin oleh Praeses. Jika dalam 1 distrik hanya 1-2 orang Guru Huria, maka yang mempertimbangan pengambilan keputusan adalah Praeses distrik tersebut.

    4. Terhadap Bibelvrouw, teman sesama Bibelvrouw dalam satu Distrik-lah yang memutuskan dipimpin oleh Praeses. Jika dalam 1 distrik hanya 1-2 orang Bibelvrow, maka yang mempertimbangan pengambilan keputusan adalah Praeses distrik tersebut.

    5. Terhadap Evangelis, teman sesama Evangelis dalam satu Distrik-lah yang memutuskan dipimpin oleh Praeses.

    6. Terhadap Pendeta:

      1. Pelanggaran berkaitan dengan Administrasi, Pimpinan HKBP yang berhak menjalankan siasat kepadanya.

      2. Pelanggaran berkaitan dengan tohonan, Rapat Pendeta Distrik yang dipimpin oleh Praeses dan dihadiri Ketua Rapat Pendeta yang mempertimbangkan dan memutuskan.

      3. Pelanggaran berkaitan dengan ajaran kepercayaan, Rapat Pendeta HKBP yang mempertimbangkan dan menjalankan hukuman.

III. Bentuk Pelanggaran yang Menyimpang dari Firman Tuhan

Berdasarkan pemahaman akan firman Allah dalam Alkitab dan Konfesi Gereja (HKBP), semakin jelas bagi kita mengenai berbagai bentuk pelanggaran yang harus dihindari.17

1. Berkenaan dengan Titah Pertama dan Kedua (Ketaatan Kepada Allah).

  1. Yaitu melakukan hal-hal yang berhubungan dengan animisme, seperti mengadakan sesajen ke ladang atau sawah, meramal hari-hari baik mengadakan ruwatan, membaca surat tangan, menanya orang pintar tentang nasib. memiliki barang-barang pusaka yang dianggap keramat, mempercayai arwah nenek moyang atau orang tua yang sudah meninggal sebagai sumber berkat, berpegang kepada pesan orangtua yang sudah meninggal yang bertentangan dengan Firman Tuhan, membagikan "jambar" sebelum orang yang meninggal dikubur [dalam hal ini diyakini bahwa roh orang meninggal turut memakan daging yang dibagi]. Memanggil arwah ketika upacara mengikat peti jenazah [mangarapot], menari-nari ketika membawa "sijagaron" ke rumah ketika upacara orang meninggal, mengutuk roh dari orang yang meninggal tapi tidak punya keturunan dan lain-lain upacara yang bertentangan dengan Iman Kristiani.

  2. Menyembah dan menyuapi tulang-belulang orang mati pada saat memindahkannya, menjemput dan mengembalikan roh orang sakit dari tempat tertentu [tempat dimana orang sakit itu terkejut], yang menyembah "debata idup", yang menyembah "tunggal panaluan" dan "pohung" dan "begu", mempercayai dukun yang membuat wajah tiruan untuk penyembuhan, membuat penangkal roh jahat, melaksanakan upacara kekafiran untuk menyembah berhala, menanyai nasib dan sesuatu yang akan terjadi kepada dukun, mengenakan racun kepada seseorang, turut dalam upacara-upacara kekafiran [mangapus hoda, marbonang manalu, mamiahi hoda, mamiahi manuk, mangalahat horbo] yang didasarkan pada kepercayaan animis. Juga dalam hal ini, termasuk seseorang yang ikut dalam Partai terlarang atau aliran yang menyangkal adanya Tuhan Allah.

  3. Menyembah mulajadi na bolon, debata siasii, debata Batara Guru, marsomba tu soripada, debata mangala bulan, yang berakar dari agama animisme.

  4. Mendewakan harta [seperti mammonisme, materialisme, konsumerisme, kapitalisme] yang bertentangan dengan firman Allah, demikian pula halnya dengan berbagai bentuk pengetahuan yang didasarkan atas keyakinan animisme, rasialisme, sekularisme, panatisme yang bertentangan dengan firman Allah.

2. Berkenaan dengan Titah Ketiga (Menyebuh nama Allah)

Yakni dengan mengutuki, bersaksi palsu, bersumpah maupun mengucapkan kata-kata kotor dengan memperalat nama Allah. Begitu juga dengan tindakan menyangkal agama di tengah-tengah pemeluk agama yang lain. Pun ketika kita berdoa jelaslah hanya dalam nama Tuhan Yesus Kristus, Sang Kepala Gereja.

3. Berkenaan dengan Titah Keempat (Menguduskan Hari Minggu)

Malas menghadiri persekutuan ibadah, bekerja atau meminjamkan hartanya sehingga tidak pergi ke gereja, membiarkan bidat (penganut kepercayaan yang berbeda dengan HKBP) berkhotbah di rumahnya (kecuali karena acara adat), melakukan pesta adat pada hari Minggu, majelis yang menjalankan keputusan tanpa persetujuan Pendeta Ressort maupun wakilnya. Rapat Majelis ataupun jemaat yang menyimpang dari Aturan Peraturan HKBP, yang membuat kerusuhan dalam Peribadahan, melayani sakramen selain pendeta, dan membiarkan bidat berkhotbah dalam peribadahan di gereja.

Jemaat yang tidak memenuhi tanggungjawab iuran yang sepatutnya kepada gereja, yang tidak mau membawa anaknya untuk dibaptis, yang menerima baptisan ulang, yang tidak menyuruh anak mereka mengikuti kegiatan belajar sidi, yang menyangkal iman kepercayaan di hadapan orang, yang mengejek orang yang mengikuti peribadahan dan mengikuti Perjamuan Kudus. Demikian juga dengan majelis yang salah dalam melaksanakan tugasnya. Setiap orang yang melakukan berbagai bentuk kesalahan itu, akan dipertimbangkan oleh Rapat Majelis.

4. Berkenaan dengan Titah Kelima (Menghormati Orang Tua)

Bentuk ketidakhormatan terhadap orangtua:

  1. Dengan mencaci maupun mencela orang tua, menggertak orang tua, tidak menunjukkan kepatuhan, yang membawa perkara atau perselisihan kehadapan orang-orang yang tidak percaya, seperti perselisihan dalam satu jemaat, termasuk suami isteri yang sering berselisih dan terancam perceraian dan orang yang meremehkan orangtuanya.

  2. Dengan mencacimaki orangtua, ringan-tangan kepada orang tua, mengusir orangtuanya. Tidak memberi perhatian kepada orang tuanya pada masa tua mereka, yang merampas harta milik ibu tiri.

5. Berkenaan dengan Titah Keenam (Pembunuhan)

  1. Yaitu perbuatan yang menimbulkan kesedihan atau membuat aib, memukuli sesamanya, pemabuk, pengedar narkotika, morphin dan ganja menyiksa mahluk ciptaan [binatang peliharaan atau binatang lain].

  2. Menyiksa sesama, menyakiti dengan berbagai macam cara, mengguna-gunai teman, sesama, memberangkatkan "pangulubalang" dan mengikuti pekerjaan yang serupa serta orang yang menyimpan racun.

  3. Bunuh diri, dan abortus provocatus (pengguguran kandungan)

  4. Pengrusakan lingkungan dengan cara membakar, menebangi pohon di hutan,18 mencemari air dan udara serta lingkungan dan perilaku sejenis lainnya.

6. Berkenaan dengan Titah Ketujuh (Perzinahan)

  1. Melakukan perzinahan dengan orang lain.

  2. Yang berpakaian tidak pantas, berbicara kotor, tak senonoh dan ketagihan menonton film porno.

  3. Yang melaksanakan perkawinan dengan cara paksa, mengageni pelacuran dan hidup sebagai germo. Kawin di luar nikah, beristri atau bersuami lebih dari satu di waktu yang sama, yang menceraikan istri atau suaminya, yang meninggalkan suami atau istri, termasuk orang-orang yang turut membantu perbuatan tercela itu, Demikian juga homoseks (perzinahan laki-laki dengan laki-laki dan perzinahan perempuan dengan perempuan). Pedofilia, nafsu seksual yang merusak anakanak, dan nafsu seksual terhadap hewan, peliharaan. Hawa nafsu dan segala perbuatan yang menjijikkan.19

7. Berkenaan dengan Titah Kedelapan (Pencurian)

  1. Yaitu orang-orang yang mencurangi hak orang lain, menggunakan timbangan palsu, pencopet, yang membungakan uang dengan riba yang tinggi (tengkulak), menjual barang orang lain tanpa sepengetahuan dan atau persetujuan pemilik, pencuri, terpidana, korupsi.

  2. Penadah, menerima hasil curian, menggelapkan uang orang lain, bersekongkol dengan pencuri, penyamun, penipu, penodong, pembongkar, dan yang mencuri hasil tanam-tanaman.

  3. Penyanderaan/ penculikan.

8. Berkenaan dengan Titah Kesembilan (Saksi Dusta)

Yaitu orang-orang yang menjelek-jelekkan orang lain dan bersaksi dusta dihadapan orang umum, menyelewengkan kebenaran, sumpah palsu, membuat surat kaleng. Yang menyebarkan berita dan perkataan yang tidak benar (hoax), perkataan yang membangkitkan permusuhan (ujaran kebencian) terhadap huria, agama, suku ras dan golongan.

9. Berkenaan dengan Titah Kesepuluh (Mengingini harta orang lain)

  1. Menghasut hamba orang lain, memperdaya, berlaku curang dan menipu.

  2. Mengingini harta atau kekayaan orang lain, terlebih harta milik orang yang lemah, yang miskin maupun janda, menghasut istri orang lain, memberikan modal dan menyediakan tempat bagi perjudian, memindahkan batas atau pembatas tanah.

Pelanggaran yang dianggap sah oleh gereja, harus jelas dipertimbangkan oleh rapat majelis, karena motivasi setiap pelaku pelanggaran berbeda-beda. Terkadang pelanggaran tersebut terjadi karena kepongahan atau keangkuhan, namun ada juga karena ketidaksengajaan.

Majelis dalam mengambil keputusan harus dengan mufakat, untuk menegur kejahatan tersebut di atas, supaya kejahatan itu tidak merambat. Kekristenan akan tercemar apabila Gereja mengabaikan dosa yang terjadi.

IV. Bentuk-Bentuk Cobaan yang Memisahkan Hidup dari Kekristenan

1. Perkawinan

Setelah manusia diciptakan, Tuhan Allah berfirman: "Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja; Aku akan menjadikan penolong baginya yang sepadan dengan dia".20 Selanjutnya Tuhan Yesus mengatakan di21 "Setiap orang yang menceraikan istrinya, kecuali karena zinah, ia menjadikan istrinya berzinah: dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah". Antong na pinadomu ni Debata, ndang jadi sirangon ni jolma. Sesuai dengan dasar kekudusan dan pertangung jawaban perkawinan bagi kita orang Kristen, maka gereja mengatur hal-hal sebagai berikut:

  1. Untuk memulai sebuah perkawinan, usia seorang laki-laki harus mencapai 19 (sembilan belas) tahun dan perempuan sudah mencapai 16 (enam belas) tahun. Ketentuan ini sesuai dengan Undang-Undang tentang Perkawinan yang diaturkan oleh pemerintah Republik Indonesia. Bila tidak memenuhi ketentuan ini (seperti usia, waktu pemberkatan, persetujuan orangtua, dan hal lain), hanya Praeses yang bersangkutan yang dapat memberi dispensasi.

  2. Penggembalaan harus dilakukan untuk menjelaskan pengertian dan tanggung jawab perkawinan orang Kristen kepada calon mempelai laki-laki dan perempuan sebelum pemberkatan perkawinan dilangsungkan.

  3. Tatanan kekristenan tidak membenarkan perkawinan dalam bentuk:

    1. Seorang laki-laki dengan ibu tirinya

    2. Seorang laki-laki dengan saudaranya perempuan, atau dengan anak perempuan dari saudara perempuan kandung ayahnya (anak bibi kandung), atau saudara sepupu dari ibu yang kakak beradik sekandung.

    3. Dua orang anak laki-laki yang abang beradik, kawin dengan dua orang anak perempuan yang kakak beradik juga.

  4. Setelah perjanjian pranikah dilangsungkan di rumah milik Gereja, atau di Kantor Gereja, atau di Gereja (dihadapan keluarga dekat dan penatua), harus terlebih dahulu diwartakan sebanyak 2 kali hari Minggu, maka setelah itu dapat menerima pemberkatan perkawinan. Apabila dalam keadaan yang sangat mendesak, maka harus mendapat persetujuan (dispensasi) dari Pendeta Resort. Demikian juga pemberkatan perkawinan yang diadakan pada hari Minggu, harus mendapat persetujuan Pendeta Resort, setelah terlebih dahulu meneliti alasan yang sesungguhnya.

  5. Pendeta yang menyampaikan pemberkatan perkawinan kepada yang melangsungkan perkawinan di Gereja. (Apabila diberkati di rumah, maka pendeta mendelegasikan pelaksanaan pemberkatan tersebut kepada Guru Huria atau kepada Penatua).

Mengenai Catatan Sipil, hal itu merupakan urusan yang bersangkutan terhadap pemerintah. Tetapi Gereja harus mengingatkan agar mempelai tidak lalai untuk mencatatkan perkawinan mereka ke bagian Catatan Sipil. Sebab itu, pemberkatan perkawinan baru dapat dilangsungkan 4 (empat) hari sesudah warta yang kedua. Akan tetapi Praeses dapat memberikan pertimbangan bila pemberkatan perkawinan harus dilangsungkan lebih awal dari itu.

  1. Pemberkatan perkawinan yang dilakukan di luar tempat peribadahan tidak dibenarkan kecuali karena keadaan atau situasi yang berkaitan dengan gangguan keamanan atau gangguan sosial lainnya. Sebab kita mempercayai Tuhan telah menguduskan gereja-Nya, dan menjadi persekutuan orang Kristen yang dikuduskan oleh Tuhan.

  2. Calon pengantin yang berasal dari gereja yang tidak satu ajaran dengan HKBP termasuk yang berasal dari Gereja Katolik Roma, harus terlebih dahulu melewati masa belajar sidi agar dapat menerima pemberkatan perkawinan.

  3. Pemberkatan perkawinan dapat dilangsungkan kepada anggota jemaat yang maiturun (kawin lari dengan si gadis yang pergi ke rumah laki-laki) dan mangalua (pemuda yang membawa 'lari' perempuan untuk dinikahi) apabila:

    1. Ada surat keterangan dari Pendeta yang menerangkan bahwa perkawinan tersebut telah diteliti oleh pendeta, dan yang menyatakan bahwa tidak ada perilaku mereka yang menyimpang dari Gereja dan Adat.

    2. Ada surat persetujuan orangtua laki-laki dan orangtua perempuan atau dari wali laki-laki atau wali perempuan.

    3. Jika pihak orangtua atau wali tidak memberi persetujuan, maka Pendeta perlu meneliti yang akan diberkati, apabila usia masing-masing kedua calon mempelai telah mencapai 21 (dua puluh satu) tahun, pemberkatan perkawinan dapat dilaksanakan.22

  4. Seorang laki-laki yang telah menceraikan istrinya, tidak diperkenankan untuk kawin jika istrinya yang sebelumnya belum menikah. Pemberkatan perkawinan dapat diberikan kepadanya jika dia bebas dari kesalahan pada perceraian sebelumnya, atau jika pelaksanaan siasat gereja terhadapnya sudah selesai dilalui. Demikian juga berlaku kepada perempuan yang telah cerai dengan suaminya.

  5. Gereja mengucilkan orang yang beristri dua. Apabila istri yang kedua telah diceraikan dan telah kawin dengan laki-laki yang lain, maka suami dapat diterima kembali setelah terlebih dahulu melewati masa penggembalaan dan kemudian diterima menjadi warga jemaat. Akan tetapi status istri yang pertama dan anak-anaknya tetap penuh sebagai warga jemaat, apabila istri pertama tidak menyetujui kehendak suaminya untuk beristri dua. Setelah istri kedua menikah dengan laki-laki yang lain, dan ia menjadi satu-satunya istrinya, maka mereka dapat diterima kembali menjadi jemaat penuh setelah terlebih dahulu melewati masa penggembalaan.

  6. Gereja tidak menyetujui perkawinan seorang duda, sebelum melewati masa 6 (enam) bulan dihitung dari saat istrinya meninggal dunia. Demikian juga kepada seorang janda, Gereja tidak menyetujui perkawinan seorang janda, sebelum melewati masa 1 (satu) tahun. Akan tetapi bila seorang duda mempunyai anak bayi yang berumur di bawah 2 (dua) tahun, Praeses dapat memberi pertimbangan (dispensasi); namun minimal setelah 3 (tiga) bulan.

  7. Gereja menegur perkawinan kumpul kebo atau samenleven atau kawin kontrak.

  8. Gereja mewartakan seseorang yang dianggap tidak lagi sebagai anggota jemaat apabila ia kawin tanpa sepengetahuan gereja dan hanya kawin secara Catatan Sipil, atau kawin dengan orang yang berbeda agama.23 Akan tetapi mereka dapat diterima kembali ke dalam jemaat setelah disetujui oleh rapat majelis dan setelah melalui masa penggembalaan.

  9. Gereja mengucilkan orang yang kawin hanya secara adat.

  10. Baptisan Kudus dapat dilayankan kepada anak yang diangkat, setelah mendapat Surat Keputusan dari Kantor Pengadilan Negeri mengenai anak yang diangkat.

  11. Gereja mengucilkan orang yang menyetujui perkawinannya cerai meski perceraian itu melalui putusan pengadilan, kecuali dipisahkan oleh karena kematian atau perzinahan.

  12. Pelayanan Baptisan dapat diberikan kepada anak dari istri kedua setelah mengikuti pelajaran menyaksikan iman (Naik Sidi).

  13. Pelayanan pemberkatan perkawinan dapat dilaksanakan kepada seorang laki-laki atau seorang perempuan Kristen yang mengasihi seorang perempuan atau seorang laki-laki yang datang dari agama lain, kalau laki-laki atau perempuan yang datang dari agama lain bersedia menjadi Kristen melalui Baptisan Kudus. Akan tetapi yang bersangkutan harus menandatangani Surat Perjanjian bahwa dia bersedia melanjutkan pelajarannya akan Firman Tuhan, setelah pemberkatan perkawinannya dilaksanakan.

  14. Gereja harus menggembalakan, membimbing, menjaga serta memperingatkan agar tidak terjadi perilaku homoseksual dan lesbian. Gereja tidak menerima perkawinan sejenis (laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan). Sebab itu gereja perlu membimbing, menuntun, dan menjaga serta menegur agar tidak terjadi perzinahan dalam hubungan sejenis, laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan.

  15. Bayi tabung benih suami dan istri yang sah (inseminasi homogen), dapat menerima Baptisan Kudus. Akan tetapi kalau bayi tabung tersebut bukan dari benih suami dan istri dari perkawinan yang sah, anak tersebut dapat menerima Baptisan Kudus setelah dia dewasa. Gereja mengucilkan seseorang yang mau menerima dan menyetujui dirinya mengandung bayi tabung yang bukan dari benih suaminya menurut perkawinan yang sah.

  16. Seseorang yang kena sanksi Tatanan Penggembalaan dan siasat gereja berlaku untuk dirinya sendiri, istrinya atau suaminya atau anak-anaknya tidak ikut dikenai sanksi, sepanjang mereka tidak ikut melakukan pelanggaran. Apabila suami atau istri berkelakuan baik dan tidak sepakat melakukan kesalahan itu, maka anaknya dapat dibaptiskan, dapat naik sidi, juga anaknya dapat menerima pemberkatan perkawinan.

2. Hari Kelahiran Seorang Anak dan Pembaptisan

  1. Majelis Jemaat harus menggembalakan warga jemaat agar tidak terjadi hal-hal yang berkaitan dengan praktek penyembahan berhala yang bertentangan dengan iman Kristen pada saat seorang anak lahir. Tidak diperbolehkan memberi penangkal untuk menjauhkan roh jahat, meramal nasib, tenungan, meramal dan bentuk-bentuk dari animisme lainnya dan segala bentuk perjudian di rumah orang yang melahirkan

  2. Seorang anak sedapat mungkin harus segera diserahkan kepada Allah melalui Baptisan Kudus. Pesta atau upacara adat tidak boleh menghalanginya.

  3. Gereja mengenakan sanksi kepada keluarga yang anak laki-lakinya lahir di bawah 9 bulan, atau anak perempuannya lahir di bawah 8 bulan dihitung sejak menerima pemberkatan perkawinan. Kecuali bila ada surat keterangan dokter yang menyatakan prematur.

3. Pelajar Sidi Menyaksikan Iman

Majelis jemaat harus benar-benar melaksanakan pengajaran kepada anak-anak yang belajar sidi. Jangan sampai pengetahuan, pemahaman dan penghayatan mereka terhadap Firman Tuhan sebagaimana tertulis dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, termasuk Katekismus tidak matang.

Buku pedoman bagi mereka yang akan menyaksikan iman sudah diterbitkan oleh HKBP. Buku itulah yang digunakan.

4. Pada saat Kematian

Majelis jemaat harus benar-benar melakukan penggembalaan untuk menuntun jemaat atas pengharapan akan kebangkitan bagi orang yang meninggal, karena kemenangan Kristus, setiap kali ada yang kemalangan. Dengan demikian kita menggembalakan jemaat agar mereka tidak terbawa kepada kekafiran. Kita harus mengingatkan warga jemaat mengenai arti dari peringatan akan orang yang telah meninggal:

  1. Pada hakekatnya setiap orang akan meninggal

  2. Tujuan akhir hidup kita adalah di surga

  3. Iman yang teguh adalah dasar kita untuk hidup berpengharapan.

  4. Kematian telah ditaklukkan oleh kebangkitan Tuhan Yesus.

Hal-hal yang perlu diingat pada saat ada jemaat yang meninggal:

  1. Yang tidak diperkenankan:

    1. Membagikan daging mentah, sebelum jenazah diberangkatkan ke penguburan, pada acara meninggalnya orang tua.

    2. Mengadakan upacara mengutuk arwah orang yang meninggal bagi seorang yang tidak mempunyai keturunan, atau pada saat kematian seorang anak tunggal namun belum sempat kawin.

    3. Menabur garam ke dalam peti jenazah atau melangkahi jenazah.

    Tuhan sudah mengalahkan kematian melalui kebangkitan-Nya. Tidak ada lagi ketakutan dan kekuatiran yang bersumber dari orang yang telah meninggal.

    1. Majelis tidak diperkenankan mengadakan upacara penguburan menurut agenda HKBP kepada orang yang mati bunuh diri, kecuali karena yang bersangkutan mengidap sakit jiwa atau karena sakit ayan. Tetapi keluarga yang ditinggal harus diberi penghiburan.
  2. Yang dapat dilaksanakan:

    1. Pembakaran mayat (kremasi) dapat dilakukan bila keadaan memaksa, misalnya karena tanah pemakaman yang tidak ada, atau karena alasan lainnya yang dikemukakan oleh pihak keluarga. Tetapi gereja tidak boleh lengah, supaya tidak terjadi penyembahan roh (arwah), demikian juga upacara penggalian tulang belulang.

    2. Warga jemaat yang semasa hidupnya rajin mengikuti peribadahan, mengikuti Perjamuan Kudus, dapat diberangkatkan melalui kebaktian yang dilaksanakan di dalam gedung gereja, setelah melalui persetujuan rapat Majelis Jemaat dan atas permintaan pihak keluarga.

    3. Apabila seseorang meninggal dunia namun mayatnya tidak ditemukan, dan keluarga sudah mengetahui dengan pasti bahwa dia telah meninggal, sesuai dengan keadaan, maka acara kebaktian dapat dilaksanakan menurut Agenda HKBP, supaya keluarga yang ditinggalkan terhibur, dan tetap berpengharapan akan hidup yang kekal.

  3. Hal-hal yang perlu diawasi

    1. Keluarga anggota jemaat yang meninggal dunia, perlu diingatkan supaya jangan terjadi lagi hal-hal yang bersifat animisme, sebagaimana layaknya orang yang telah dimenangkan oleh Yesus Kristus.

    2. Warga jemaat yang membersihkan kuburan atau pada saat ziarah supaya tetap ingat, bahwa kematian orang percaya tidak dapat dipisahkan dari kematian dan kebangkitan Kristus, yang telah mengalahkan kematian manusia. Oleh sebab itu tidak boleh terjadi:

      1. Mengucapkan pesan-pesan

      2. Mencuci muka; selain karena ingin membersihkan air mata dari wajah.

      3. Membawa makanan kesukaan orang yang meninggal tersebut semasa hidupnya.

    3. Majelis jemaat harus memperingatkan apabila ada warga jemaat yang membuat "sanggul marata" [simbol hiasan di kepala] pada saat seseorang meninggal dunia.

      Tidak diperbolehkan melakukan praktek penyembahan berhala, cukuplah simbol tersebut sebagai bagian dari kebudayaan, sekaligus hendak menyaksikan bahwa Allah adalah sumber dari berkat yang telah diterima oleh keturunan dari orang yang meninggal itu semasa hidupnya, demikian juga berkat yang diminta kepada Allah untuk hari yang akan datang. Hanya Allah sendirilah yang menjadi jaminan masa depan dari keturunannya. Hanya Allah sendiri yang sanggup memberkati pada saat waktu keluar dan waktu masuk, sebagaimana disaksikan oleh Musa.24 Hal-hal itulah yang harus jelas terlihat/terdengar pada saat upacara adat berlangsung.

    4. Perlu diingatkan agar warga jemaat tidak terlampau mementing-kan pembangunan tugu [monumen] karena dampaknya tidak baik:

      1. Kehidupan beriman

      2. Kehidupan ekonomi

      3. Kehidupan bermasyarakat, karena kemungkinan mengarah kepada kesombongan.

Majelis perlu mengarahkan agar lebih mengutamakan pembangu-nan 'tugu yang hidup' berupa pendirian gedung sekolah, gereja, koperasi serikat tolong menolong, beasiswa dan usaha lain yang sejenis.

Akan tetapi kalaupun pembangunan tugu harus dilaksanakan karena dianggap perlu menunjuk-kan kesatuan keluarga (satu keturunan), hendak-lah terlebih dahulu tampak kesatuan di dalam Kristus, untuk menunjukkan bahwa kubur itu telah kosong, karena Kristus yang sudah bangkit dan membangkit-kan kita dari antara orang mati.

Itulah nilai-nilai yang paling berharga bagi kesatuan seluruh marga, kaum, dan juga bangsa, sama seperti kesatuan kita dalam tubuh Kristus di dunia ini di dalam gereja-Nya. Kalaupun pakaian orang tua yang telah meninggal dibagikan, itu tidak dapat memenuhi apa yang dirindukan. Pengharapan pada hari Tuhan-lah yang akan menyempurnakan segala kesedihan yang timbul dalam hati kita, pada saat kita bersama-sama menyongsong hari kedatangan Tuhan.25

5. Penggalian Tulang Belulang

  1. Gereja dapat menyetujui penggalian tulang belulang dengan alasan:

    1. Makam yang rusak

    2. Makam yang terkena penggusuran karena pembangunan jalan, atau karena bencana banjir, tanah longsor, hendak menyatukan tulang belulang ke tugu yang baru.

    3. Menyatukan tulang belulang karena meninggal di tempat perantauan.

  2. Kalau ada di antara warga jemaat yang akan mengadakan upacara menyatukan tulang belulang, majelis jemaat harus hati-hati untuk mengawasi, agar tidak terjadi praktek penyemba-han berhala seperti halnya menari bersama tulang belulang, menyuapi, meratapi, memasukkan tulang belulang ke dalam Ulos, ke tempayan ataupun bakul, memberikan sirih, demikian juga memasukkan batang pisang ke dalam kuburan yang lama, yang mengandung unsur-unsur animisme.

  3. Upacara penggalian tulang belulang harus atas sepengatahuan majelis jemaat, demikian juga saat menyimpan tulang belulang tersebut menunggu dimasukkan ke tempat yang baru. Kalau tempat yang dituju tergolong jauh, maka tulang belulang disimpan di gereja. Jika pelaksanaannya dalam satu hari maka langsung dipindahkan dari kuburan yang lama ke kuburan yang baru. Acara ini tidak lagi memakai Agenda HKBP. Tulang belulang tidak boleh diarak dengan tarian, dan tidak boleh memakai musik tradisional maupun musik modern pada saat memasukkan ke tempat yang baru.

6. Musik Tradisional (Gondang)

  1. Warga jemaat harus diarahkan tas sebuah pemahaman yang didasarkan pada kematian dan kebangkitan Kristus sebagai dasar dari pengharapan, kelepasan dan kemenangan orang percaya terhadap segala penderitaan, nasib dan kematian.

  2. Karena kegiatan yang diiringi oleh musik tradisional (Gondang) dapat mendatangkan cobaan, seperti kesurupan, sebagai bukti kurangnya iman kepercayaan, maka majelis jemaat harus mengawasi setiap warga jemaat yang menyelenggarakan Gondang.

Setiap upacara yang menggunakan Gondang sebaiknya diawasi dan harus diakhiri di dalam doa.

  1. Majelis Jemaat harus mengamati dan mengingatkan jemaat agar jangan ada lagi yang percaya kepada ramalan perhitungan hari, memberi sesajen, menyembah barang pusaka dan hal-hal yang merupakan peninggalan kekafiran.

  2. Gereja dapat menyetujui diadakannya Gondang (musik tradisional) pada saat ada orang yang meninggal, tetapi tidak boleh melangsungkan tarian (tortor) dengan mengelilingi orang mati (ondaonda), dan majelis harus terlebih dahulu meminta penjelasan mengenai tata cara gondang yang akan dilaksanakan.

7. Mengenai Harta Warisan

  1. Gereja harus membimbing jemaatnya dan dengan sungguh-sungguh memberitahukan kepada warga jemaatnya bahwa anak laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki hak atas harta warisan yang ditingalkan orangtuanya.26

  2. Apabila seorang ayah meninggal dunia dengan meninggalkan istri yang memiliki anak-anak yang masih kecil, hendaknya harta warisannya jangan dibagi-bagi. Tetapi seorang ibu dapat memberikan "panjaean" kepada anak-anaknya yang sudah dewasa sesuai dengan keperluannya.

  3. Kalau seorang suami meninggal dunia meninggalkan istri yang tidak mempunyai anak, istrinya berhak memakai [menggunakan] harta warisan suaminya, selama dia tidak kawin dengan orang lain (hak mewarisi bersyarat).

V. Beberapa Hal yang Harus Ditentang dan Dihindari agar Tidak Bercela

1. Judi

Judi adalah bentuk permainan, dapat menyita waktu dan materi, yang merusak kejiwaan, keluarga dan pekerjaan. Setiap orang yang melakukan perjudian dan yang menyediakan tempat untuk perjudian harus diperingatkan. Kalau seseorang itu tidak dapat lagi dinasihati, mereka harus dikenakan sanksi Tatanan Penggembalaan dan siasat gereja. Judi mengakibatkan iman semakin menipis, karena perilaku judi mengandalkan nasib dan takdir. Keburukan lain dari perjudian adalah sikap yang selalu mengutamakan keuntungan, sekalipun orang lain dirugikan, akibatnya rasa belas kasih dan tolong-menolong akan sirna. Keuntungan yang benar dicari melalui iman kepercayaan dalam pekerjaan,27 sekaligus ada kepedulian terhadap sesama.28

2. Pembunuhan

Seseorang yang telah terbukti melakukan pembunuhan harus diwartakan bahwa dia dikucilkan dari gereja setelah menerima vonis pengadilan, dan dia mengakui kesalahannya kepada majelis jemaat. Tetapi gereja harus tetap mengingat untuk mendoakannya agar dia menyesali perbuatannya, dan bertobat serta tidak jatuh kepada keputusasaan.

Orang tersebut dapat diterima kembali menjadi anggota jemaat, apabila sudah benar-benar menyesali perbuatannya dan bertobat berdasarkan pertimbangan majelis jemaat, walaupun yang bersangkutan masih dalam penjara.

3. Pemabuk dan Morphinis

Gereja harus menegor dan memperingatkan pemabuk, pemakai narkotika, morphin dan yang sejenis dengan itu.

Orang tua dan keluarganya perlu diingatkan untuk mendampingi dan mengobatinya. Pemabuk akan menimbulkan persoalan besar29 demikian juga pengguna ganja. Orang-orang seperti itu akan semakin kencanduan, rakus, hidupnya tidak tenang, tidak memiliki kemauan bekerja, karena ia telah merusak dirinya sendiri. Dia tidak lagi mempunyai penglihatan yang normal, melainkan dia akan diperbudak oleh keinginannya sendiri, beban berat menimpa pikirannya dan lupa akan kebenaran.30

Jemaat yang telah terbukti sebagai pengedar ganja, narkotik, morpin dan yang sejenis harus dikucilkan dari jemaat setelah vonis pengadilan negeri.

VI. Pandangan HKBP Terhadap Agama yang Lain, Gereja yang Lain dan Bidat

  1. Gereja perlu menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama yang ada di negara ini dengan berasaskan Pancasila. Dengan demikian kita lebih nyaman dalam melakukan pelayanan gereja dan mengaku iman kepercayaan kita. Hal itu memperlihatkan adanya kebebasan beragama dan adanya jaminan keagamaan di negara kita.

    Gereja perlu mengingat pentingnya kesaksian Gereja di tengah kehidupan bernegara.

  2. Gereja tidak dapat menyamakan pengertian "kerukunan umat beragama" dengan pemahaman bahwa "semua agama adalah sama". Kita harus tetap berpegang teguh pada iman percaya kita kepada Yesus Kristus sebab hanya melalui Dia-lah ada keselamatan, kebenaran.31

  3. Kita harus mengingat keberadaan kita dalam berbagai upacara nasional, sebagai orang Kristen yang tetap berpegang teguh pada ketaatan kepada Kristus, Raja dari segala raja dan Tuhan dari segala tuan.32 Karena itu, ketika kita berdoa, itulah doa seorang warga jemaat di dalam sebuah negara yang mengakui keberadaan agama Kristen, sebagai salah satu agama yang diakui oleh negara Pancasila. Dan kita harus benar-benar berdoa di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, Sang Kepala Gereja.

  4. Gereja perlu mewartakan bahwa seseorang tidak lagi menjadi anggota jemaat apabila ia melakukan pernikahan kontrak atau hanya menikah secara catatan sipil dengan laki-laki/perempuan yang berasal dari agama yang lain. Sebab pernikahan mereka tidak sepengetahuan Gereja.33 Namun gereja dapat menerima mereka kembali setelah mereka mengajukan permohonan kepada majelis jemaat dan bersedia mengikuti proses penggembalaan.

  5. Gereja HKBP tidak mengakui sebuah perkumpulan yang menyimpang dari HKBP, selama HKBP tidak mengakui mereka sebagai sebuah gereja. Seseorang dapat diterima menjadi anggota jemaat HKBP apabila ia memiliki iman yang tidak berlawanan dengan iman kepercayaan kita, dengan membawa surat keterangan.

  6. Oleh sebab ajaran para bidat hanya berlandaskan sebagian dari Alkitab, maka Gereja harus memperingati dan menasihati anggota jemaat yang mengikuti ajaran Bidat. Sebab itu, HKBP tidak mengakui keberadaan bidat dalam kehidupan beriman.

VII. Kesimpulan

Agar supaya roh penggembalaan tetap hidup di tengah-tengah Gereja, maka seperti kesungguhannya dalam mengingatkan orang-orang yang taat dalam ibadah kepada Allah, kiranya demikian juga kesungguhan menegur orang yang tidak mau menerima jalan kehidupan, supaya tidak ada yang hilang karena teguran tidak ada, dan supaya dosanya tidak ditimpakan kepada Gereja.

Untuk itulah di dalam jemaat, diangkat para pelayan tahbisan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai gembala bukan hanya sebagai hakim semata. Firman yang tertulis kita jadikan pedoman: "Hai anak manusia, AKU telah menetapkan engkau menjadi penjaga kaum Israel. Bilamana engkau mendengarkan sesuatu Firman daripadaKU, peringatkanlah mereka atas NamaKU. Kalau AKU berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti dihukum mati, dan engkau tidak memperingatkan dia, atau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang jahat, supaya ia tetap hidup; orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetap AKU akan menuntut pertanggungjawaban atas nyawanya dari padamu. Tetap jikalau engkau memperingatkan orang jahat itu, dan ia tidak berbalik dari kejahatannya dan dari hidupnya yang jahat, ia akan mati dalam kesalahannya, tetapi engkau telah menyelamatkan nyawamu".34

Sembari kita merenungkan perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia telah menyerahkan kunci kerajaan sorga kepada gereja-Nya, supaya gereja menghukum dan mengucilkan orang-orang yang tidak mau bertobat. Sebab demikianlah firman Tuhan: "Kepadamu akan kuberikan kunci kerajaan sorga. Apa yang kau ikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kau lepaskan di dunia ini akan terlepas di surga".35 Tuhan Yesus juga berfirman: "Terimalah Roh Kudus! Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada".36 Amen.

Referensi

  • https://www.scribd.com/document/721121737/RPP-HKBP-Revisi
  • https://www.hkbpperawang.org/rpp-hkbp/